Monday, June 25, 2018

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
“PRODUKSI PERTUMBUHAN Azolla sp TERHADAP TIGA JENIS MEDIA (TANAH ULTISOL, TANAH GAMBUT DAN VERMIKOMPOS) DAN PENGOMPOSAN Azolla sp










M. DENI
05071281419188





PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2016



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Bioteknologi adalah pemanfaatan prinsip-prinsip ilmiah yang meng gunakan makhluk hidup untuk menghasilkan produk dan jasa guna kepentingan manusia. Ilmu-ilmu pendukung dalam bioteknologi meliputi mikrobiologi, biokimia, genetika, biologi sel, teknik kimia, dan enzimologi. Dalam bioteknologi biasanya digunakan mikroorganisme atau bagian-bagiannya untuk meningkatkan nilai tambah suatu bahan
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakterifungivirus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzimalkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut. Selain itu bioteknologi juga memanfaatkan sel tumbuhan atau sel hewan yang dibiakkan sebagai bahan dasar sebagai proses industri.
Prinsip-prisip bioteknologi telah digunakan untuk membuat dan memodi-fikasi tanaman, hewan, dan produk makanan. Bioteknologi yang menggunakan teknologi yang masih sederhana ini disebut bioteknologi konvensional atau tradisional. Penerapan bioteknologi konvensional ini sering diterapkan dalam pembuatan produk-produk makanan. Seiring dengan perkembangan dan pe-nemuan dibidang molekuler maka teknologi yang digunakan dalam bioteknologi pada saat ini semakin canggih.bioteknologi yang menggunakan teknologi canggih ini disebut bioteknologi modern.

pengomposan (pengomposan tergolong kedalam bioteknologi konvensional)
Pupuk Kompos sering didefinisikan sebagai suatu proses penguraian yang terjadi secara biologis dari senyawa-senyawa organik yang terjadi karena adanya kegiatan mikroorganisme yang bekerja pada suhu tertentu didalam atau wadah tempat pengomposan berlangsung. Bahan pembuatan pupuk organik atau lebih dikenal dengan kompos memanfatkan limbah pertanian, seperti jerami, daun-daunan, rumput, pupuk kandang, serbuk gergaji, bahan tersebut mudah didapat dan tersedia dilahan pertanian.
Proses pembuatan kompos disebut dengan pengomposan, pengomposan merupakan salah satu cara pemanfaatan bioteknologi secara konvensional. Bioteknologi konvensional adalah bioteknologi yang menggunakan mikroorganisme sebagai alat untuk menghasilkan produk dan jasa. misalnya jamur dan bakteri yang menghasilkan enzim-enzim tertentu untuk melakukan metabolisme sehingga diperoleh produk yang diinginkan seperti kompos.
Tanah gambut merupakan tanah yang berasal dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang sudah setengah membusuk sehingga kaya akan berbagai macam unsur hara. Kebanyakan tanah yang satu ini terbentuk di daerah yang berair, salah satunya adalah di Inggris. Lahan-lahan gambut yang ada di dunia sendiri di kenal dengan berbagai macam nama mulai dari bog, moor, muskeg dan yang lainnya. kandungan bahan organik yang cukup tinggi membuat tanah gambut juga dikenal sebagai tanah untuk sumber energi, karena memang berbagai macam tumbuhan bisa dengan mudah hidup pada tanah yang satu ini.
Tanah gambut sendiri bisa terbentuk saat bagian-bagian dari tumbuhan baik itu akar, batang, daun dan yang lainnya luruh dan membusuk, namun proses pembusukan tersebut terhambat oleh lingkungan atau organisme yang lain sehingga hanya setengah jalan atau dikenal dengan setengah membusuk. Tanah dikatakan sebagai tanah gambut jika kadar bahan organik yang ada di dalamnya melebihi angka 30%, jumlah yang tentunya sangat besar untuk sebuah tanah, tak heran jika berbagai macam tanaman bisa dengan mudah tumbuh dan berkembang jika ditanam pada tanah ini.
            Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik serta sebagian besar Podsolik, terutama Podsolik Merah Kuning (Mohr, baren dan borgh, 1972). Solum memiliki kedalamannya sedang (moderat) 1 sampai 2 meter, warnanya merah sampai kuning, chroma meningkat dengan bertambahnya kedalaman, tekstur halus pada horizon Bt (karena kandungan liat maksimal pada horizon ini), struktur pada horizon Bt berbentuk blocky, konsistensi yang teguh, permebilitasnya lambat sampai baik serta erodibilitas yang tinggi.
            Vermikompos adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah. Vermikompos merupakan campuran kotoran cacing tanah (casting) dengan sisa media atau pakan dalam budidaya cacing tanah. Oleh karena itu, vermikompos merupakan pupuk organik yang ramah lingkungan dan memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan kompos lain yang kita kenal selama ini. Vermikompos mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Penambahan kascing pada media tanam akan mempercepat pertumbuhan, meningkatkan tinggi, dan berat tumbuhan. Jumlah optimal kascing yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil positif hanya 10-20% dari volume media tanaman
            Azolla sp adalah jenis tumbuhan paku air yang mengapung, banyak terdapat diperairan yang menggenang terutama di sawah-sawah dan dikolam. Para petani ikan mengenal dengan sebutan “ mata lele . Keistimewaan Azolla adalah dapat hidup bersimbosis dengan anabaena Azolla yang dapat memfiksasi Nitrogen (N2) dari udara. Saat ini pemanfaatan Azolla sudah mulai banyak digunakan mengingat ketersediaannya relatif banyak terdapat pada areal pesawahan di Indonesia. Salah satunya adalah digunakan sebagai pupuk organik pada bidang pertanian.
            Azolla adalah paku air mini yang berukuran 3-4 cm serta bersimbiosis dengan Cyanobacteria pemfiksasi N­2. Simbiosis ini menyebabkan Azolla mempunyai kualitas nutrisi yang baik. Azolla sudah berabad-abad digunakan di Cina dan Vietnam sebagai sumber N bagi padi sawah. Azolla tumbuh secara alami di Asia, Amerika, dan Eropa.Azolla mempunyai beberapa spesies, antara lain Azolla caroliniana, Azolla filiculoides, Azolla mexicana, Azolla microphylla, Azolla nilotica, Azolla pinnata var. pinnata, Azolla pinnata var. imbricata, dan Azolla rubra.
            Tanaman Azolla sp. memang sudah tidak diragukan lagi konstribusinya dalam memengaruhi peningkatan tanaman padi. Hal ini telah dibuktikan dibeberpa tempat dan beberapa negara. Konstribusi terbesar Azolla adalah dengan dijadikan pupuk organic atau kompos terbukti menjaga hasil panen tetap tinggi. Meskipun penggunaannya sebagai pupuk hijau pada tanaman padi masih dilakukan di China dan Vietnam, dengan adanya peningkatan biaya tenaga kerja, membuatnya kurang diminati.
            Pemanfaatan Azolla sebagai pupuk ini memang memungkinkan. Pasalnya, bila dihitung dari berat keringnya dalam bentuk kompos (Azolla kering) mengandung unsur Nitrogen (N) 3-5%, Phosphor (P) 0,5 - 0,9% dan Kalium (K) 2- 4,5 %. Sedangkan hara mikronya berupa Calsium (Ca) 0,4 - 1 %, Magnesium (Mg) 0,5 - 0,6 %, Ferum (Fe) 0,06 - 0,26 % dan Mangaan (Mn) 0,11 - 0,16 %.
            kompos Azolla sp merupakan pupuk organik yang memanfaatkan pembusukan bahan organik di dalam suatu tempat yang terlindung dari matahari dan hujan, dengan pengaturan kelembaban serta dilakukan penyiraman air apabila kompos terlalu kering. Untuk mempercepat perombakan di dalam kompos maka dapat ditambah dengan kapur, sehingga terbentuk kompos dengan C/N rasio yang rendah dan siap digunakan sebagai pupuk organik.
Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis melakukan praktikum Bioteknologi Pertanian ini untuk melihat perkembangan Azolla pada berbagai jenis tanah atau media tanam, kemudian Azolla dijadikan kompos dari yang sudah di budidayakan pada jenis media tanah yang berbeda untuk melihat respon pertumbuhan dan jumlah Azolla yang dihasilkan.
           
1.2. Tujuan Praktikum
            Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk membudidayakan Azolla serta untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan Azolla pada jenis tanah yang berbeda yaitu tanah gambut, tanah ultisol dan vermikompos yang kemudian dijadikan kompos.

1.3. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah untuk belajar bagamana cara membuat kompos Azolla sp serta cara budidayanya di kolam buatan dengan media campuran beberapa jenis tanah.




BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bioteknologi
            Menurut Aryulina,dkk. (2004) Bioteknologi berasal dari kata biologi dan teknologi. Biologi adalah ilmu pengetahuan mengenai makhluk hidup, sedangkan teknologi adalah terapan ilmu pengetahuan dasar. Jadi, bioteknologi adalah suatu teknik yang menggunakan makhluk hidup atau bahan yang diperoleh dari makhluk hidup dengan tujuan untuk menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi manusia.
            Menurut Syamsuri,dkk. (2004) Di dalam bioteknologi terdapat komponen-komponen sebagai berikut:
1.      Bahan yang diproses sebagai bahan masukan (input).
2.      Makhluk hidup yang menyelenggarakan proses.
3.      Prinsip-prinsip ilmu yang mendasari semua proses.
4.      Hasil berupa produk atau jasa sebagai keluaran (output).


2.2. Kompos Dan Pengomposan
Kompos adalah bahan- bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja didalamnya. Bahan- bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan dan lain-lain. Penggunaan kompos dapat memberikan beberapa manfaat yaitu menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki tekstur dan struktur tanah, meningkatkan porositas, aerase dan komposisi mikroorganisme tanah, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, daya serap air yang lebih lama pada tanah, menghemat pemakaian pupuk kimia, menjadi salah satu alternatif pengganti pupuk kimia karena harganya lebih murah,  dan  ramah  lingkungan (Murbandono, 2000).
Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan-bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea (Wied, 2004).
Proses pengomposan atau membuat kompos adalah proses biologis karena selama proses tersebut berlangsung, sejumlah jasad hidup yang disebut mikroba, seperti bakteri dan jamur, berperan aktif (Unus, 2002). 
   2.2.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengomposan
a.      Ukuran Bahan
Bahan yang berukuran kecil akan cepat didekomposisi karena luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas mikroorganisme perombak. Ukuran bahan mentah yang terlalu kecil akan meyebabkan rongga udara berkurang sehingga timbunan menjadi lebih mampat dan pasokan oksigen ke dalam timbunan akan semakin berkurang. Jika pasokan oksigen berkurang, mikroorganisme yang ada di dalamnya tidak bisa bekerja secara optimal (Djuarnani, dkk (2005).
b.      Nisbah C/N
Jika nisbah C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang. Selain itu, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu rendah. Jika nisbah C/N terlalu rendah (kurang dari 30), kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi sebagai amonia atau terdenitrifikasi (Djuarnani dkk, 2005).
c.       Komposisi Bahan
Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambah bahan makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme sehingga selain dari bahan organik, mikroorganisme juga mendapatkan bahan tersebut dari luar (Indriani, 2007).
Laju dekomposisi bahan organik juga tergantung dari sifat bahan yang akan dikomposkan. Sifat bahan tanaman tersebut diantaranya jenis tanaman, umur, dan komposisi kimia tanaman. Semakin muda umur tanaman maka proses dekomposisi akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan kadar airnya masih tinggi, kadar nitrogennya tinggi, imbangan C/N yang sempit serta kandungan lignin yang rendah (Simamora dan Salundik, 2006).
d.      Kelembaban dan Aerasi
Bahan mentah yang baik untuk penguraian atau perombakan berkadar air 50-70%. Bahan dari hijauan biasanya tidak memerlukan tambahan air, sedangkan cabang tanaman yang kering atau rumput-rumputan harus diberi air saat dilakukan penimbunan. Kelembaban timbunan secara menyeluruh diusahakan sekitar 40- 60% (Musnamar, 2006). Aerasi yang tidak seimbang akan menyebabkan timbunan berada dalam keadaan anaerob dan akan menyebabkan bau busuk dari gas yang banyak mengandung belerang (Djuarnani dkk, 2005).
e.       Temperatur
Pada pengomposan secara aerobik akan terjadi kenaikan temperatur yang cukup cepat selama 3-5 hari pertama dan temperatur kompos dapat mencapai 55- 700C. Kisaran temperatur tersebut merupakan yang terbaik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pada kisaran temperatur ini, mikroorganisme dapat tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan temperatur yang kurang dari 550C. Selain itu, pada temperatur tersebut enzim yang dihasilkan juga paling efektif menguraikan bahan organik. Penurunan nisbah C/N juga dapat berjalan dengan sempurna (Djuarnani dkk, 2005).
f.       Keasaman (pH)
Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Kisaran pH yang baik yaitu sekitar 6,5-7,5 (netral). Oleh karena itu, dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan pH (Indriani, 2007).
g.      Pengadukan atau Pembalikan
Tumpukan Pengadukan sangat diperlukan agar cepat tercipta kelembapan yang dibutuhkan saat proses pengomposan berlangsung. Pengadukan pun dapat menyebabkan terciptanya udara di bagian dalam timbunan, terjadinya penguraian bahan organik yang mampat, dan proses penguraian berlangsung merata. Hal ini terjadi karena lapisan pada bagian tengah tumpukan akan terjadi pengomposan cepat. Pembalikan sebaiknya dilakukan dengan cara pemindahan lapisan atas ke lapisan tengah, lapisan tengah ke lapisan bawah, dan lapisan bawah ke lapisan atas (Musnamar, 2006).
h.      Mikroorganisme
Dilihat dari fungsinya, mikroorganisme mesofilik yang hidup pada temperatur rendah (10-450C) berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mempercepat proses. Sementara itu, bakteri termofilik yang hidup pada temperatur tinggi (45-650C) yang tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat (Djuarnani dkk, 2005).

2.3. Azolla sp
Azolla sp adalah jenis tumbuhan paku air yang mengapung, banyak terdapat diperairan yang menggenang terutama di sawah-sawah dan dikolam. Para petani ikan mengenal dengan sebutan “mata lele”. Keistimewaan Azolla pinnata adalah dapat hidup bersimbosis dengan anabaena Azolla yang dapat memfiksasi Nitrogen (N2) dari udara. Saat ini pemanfaatan Azolla pinnata sudah mulai banyak digunakan mengingat ketersediaannya relatif banyak terdapat pada areal pesawahan di Indonesia. Salah satunya adalah digunakan sebagai pupuk organik pada bidang pertanian.
Istilah Azolla berasal dari bahasa latin, yaitu azo yang berarti kering dan ollyo yang berarti mati. Tumbuhan ini akan mati apabila dalam keadaan kering. Azola merupakan tumbuhan jenis paku-pakuan air yang hidupnya mengambang diatas permukaan air. Berukuran kecil, lunak, bercabang-cabang tidak beraturan. Tumbuhan Azolla pinnata merupakan tanaman air yang dapat ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 2200 m diatas permukaan laut. Azolla banyak terdapat diperairan tenang seperti danau, kolam, rawa dan persawahan. Selama ini tamanan Azolla dianggap sebagai gulma air karena dalam waktu 3-4 hari dapat memperbanyak diri menjadi dua kali lipat dari berat segarnya, sehingga dapat menutupi permukaan perairan yang mengakibatkan mengurangi aktifitas fotosintesis mikroorganisme yang ada didalam kolam (Handajani, 2007).
    2.3.1. Taksonomi
Menurut Sebayang (1996), Azolla sp merupakan tanaman paku-pakuan, termasuk dalam famili Salviniaceae tetapi ada juga yang menamakan famili Azollaceae. Genus Azolla dikelompokkan menjadi dua, yaitu Euazolla dan Rhizosperma. Secara alami habitat Azolla terdapat di kolam-kolam, tempat tergenang, danau, sungai, saluran air maupun tanaman padi. Azolla berasal dari bahasa latin, yaitu Azo yang berarti kering dan Ollyo yang berarti mati. Tanaman ini akan mati bila dalam keadaan kering. Azolla termasuk herba berukuran kecil yang hidup secara terapung bebas di air. Daun berukuran kecil, tidak bertangkai,
              Klasifikasi Klasifikasi Tumbuhan Azolla adalah sebagai berikut :
Divisi          : Pteridophyta
Kelas          : Leptosporangiopsida (heterosporous)
Ordo           : Salviniales
Famili         : Azollaceae
Genus         : Azollas
Spesies        : Azolla sp
    2.3.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Azolla
Kebutuhan utama Azolla untuk bertahan hidup adalah habitat air, sehingga sangat sensitif terhadap kekeringan, jadi Azolla akan mati dalam beberapa jam jika berada pada kondisi kering. Azolla menyebar secara luas pada wilayah sedang, 11 umumnya sangat terpengaruh pada tingginya temperatur, untuk hidup dengan baik, Azolla membutuhkan temperatur antara 20–25°C, sedang untuk dapat bertumbuh dan berfiksasi nitrogen, Azolla membutuhkan temperatur 20–30°C, Azolla akan mati jika berada di bawah suhu 5°C dan di atas temperatur 45°C (Cecep, 2011). Azolla sering dimanfaatkan sebagai pupuk organik dalam memproduksi padi di daerah tropis dataran rendah di Asia Tenggara. Azolla mampu bersimbiosis dengan Anabaena Azollae, simbiosis ini mengakibatkan Azolla dapat menambat nitrogen dari atmosfir, sehingga selanjutnya dapat digunakan sebagai pupuk organik (Cecep, 2011).
Pada kondisi optimal Azolla akan tumbuh baik dengan laju pertumbuhan 35% tiap hari. Nilai nutrisi Azolla mengandung kadar protein tinggi antara 24-30% (Akrimi, 2001). Azolla dapat tumbuh dengan baik pada temperatur rata-rata 15-30 OC. Temperatur optimum kira-kira 25oC untuk Azolla filiculoides, A rubra dan A japonica. Sedangkan emperature di bawah 10 OC pertumbuhan Azolla kurang baik Azolla dapat beradaptasi di atas emperature –5°C.
Sinar matahari sama halnya dengan tumbuhan hijau lainnya, Azolla juga butuh sinar matahari sebagai fotosintesis dan nitrogenase. Dimana Azolla yang tumbuh di daerah yang kekurangan sinar matahari akan kurang baik pertumbuhannya. Sedangkan apabila mendapat sinar matahari yang kuat juga kurang baik Azolla akan menjadi warna merah dan warna merah kecoklatan atau mati. Sedangkan pada musim panas dan dingin Azolla akan menjadi warna merah atau merah kecoklatan. Untuk menghindari hal tersebut diatas kita harus menggunakan naungan agar tumbuhan Azolla dapat tumbuh dengan subur sehingga Azolla akan menjadi hijau. Azolla dapat tumbuh dengan baik pada keadaan air atau tanah sedikit asam dengan pH 4. Sedangkan pada kebutuhan mineral Azolla dapat menyerap nutrisi dari air pada saat Azolla mengapung di air. Sebab phospor yang ditebar dari tanah terurai secara perlahan-lahan oleh air. Tapi populasi Azolla yang mengapung di atas air kurang baik menyerap atau mengambil phospor tersebut. Penerapan pupuk phospor akan lebih baik dan efektif untuk meningkatkan pertumbuhan apabila di semprotkan di atas pertumbuhan Azolla. (Khan, 1988).

    2.3.3. Pengembangbiakan Azolla Sp
Menurut Khan (1988) Tempat terbaik untuk budidaya adalah kolam tanah, bila tidak memakai kolam tanah, tambahkan tanah dalam tempat itu (karena Azolla suka media yg berlumpur), campurkan tanah dengan pupuk kandang (kotoran kambing, kotoran ayam, atau yang lainnya) kedalam kolam, baik menggunakan kolam terpal ataupun kolam tanah. Langkah selanjutnya, isi kolam dengan air minimal 5 cm (dari permukaan media pupuk) maksimal 20 cm, jangan terlalu tinggi air dalam kolam akan lebih baik jika akar Azolla dapat menjangkau media. dan yang tak kalah penting adalah sinar matahari, semakin lama mendapat sinar matahari semakin baik. Media untuk budidaya Azolla dapat menggunakan bak plastik, kolam, terpal, dan tempat lain yang tidak ada ikan berukuran besar, jika ada ikan kecil (guppy,cere) tidak begitu bermasalah, justru bermanfaat agar tidak menjadi perkembang biakan jentik nyamuk. Lakukan penyemprotan stok setiap tiga bulan sekali menggunakan pupuk P (1 sendok makan SP-36 per 1 liter air). Sebaiknya Sp-36 ditumbuk halus agar mudah larut dalam air. indukan ini digunakan untuk bibit yang akan ditanam di lahan yang lebih besar.
Sebagai habitat asli tanaman rawa atau sawah, budidaya Azolla sp tidak sulit. Kunci utama mengembangkan tanaman ini adalah membuat media tanam menyerupai habitat aslinya. Tanaman ini bisa dikembangkan di kolam terpal yang diberi lumpur ataupun kolam tanah. Untuk menghasilkan Azolla yang maksimal, baiknya tanah yang akan dimasukkan dalam kolam dicampur dengan pupuk kandang kering. Komposisi campurannya, 70% tanah dan 30% pupuk kandang. Selanjutnya, campuran tanah dan pupuk kandang dimasukkan ke dalam kolam secara merata dengan ketebalan sekitar 5 centimeter (cm). Setelah itu isi kolam dengan air secukupnya. Setelah kolam siap baru dilakukan penebaran bibit. Saat penggunaan pupuk kandang pada media, perhatikan bau air. apabila air menjadi bau, berarti pupuk belum terfermentasi sempurna, jangan dipakai karena dapat membuat Azolla mati jika langsung ditanam.
Untuk kolam berukuran 2 x 3 meter, bisa diisi bibit sebanyak 1 kilogram. Biasanya bibit ini bersifat basah, sehingga harus segera ditebar. Supaya Azolla bisa tumbuh maksimal, perhatikan ketinggian air di dalam kolam. Ketinggian air di dalam kolam cukup antara 10 cm – 15 cm dari lumpur. Semakin dekat jarak air dengan lumpur akan semakin baik karena akan mempercepat perkembangan tanaman. Yang harus diperhatikan juga adalah posisi kolam. Sebaiknya jangan tempatkan kolam di bawah sinar matahari langsung karena akan merusak warna daun,warnanya bisa kecoklatan, sebaiknya diberi paranet. Namun demikian, kolam juga tidak bisa dibuat di ruang tertutup karena Azolla membutuhkan nitrogen dan berfotosintesis.tanaman ini dapat dipanen bila sudah memenuhi seluruh kolam dengan membentuk tiga lapis tanaman. Setiap hari tanaman ini dapat tumbuh 30% dari jumlah bibit yang disebar. Sehingga dalam waktu lima sampai tujuh hari Azolla sudah dapat dipanen. Untuk memanen tanaman ini baiknya dalam satu kolam diambil secukupnya dan sesuai kebutuhan. Tujuannya, agar petani tidak perlu membeli bibit baru dan tanaman dapat terus berkembang. Untuk pemeliharaan, dapat menambah-kan pupuk kandang kering atau pupuk kompos bila pertumbuhan Azolla sudah kurang maksimal dan lambat.

    2.3.4. Kompos Azolla Sp
Kompos merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup (tanaman maupun hewan) yang berperan dalam proses pertumbuhan tanaman, tidak hanya menambah unsur hara tetapi juga menjaga fungsi tanah agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Sedangkan untuk kompos Azolla sp merupakan pupuk organik yang memanfaatkan pembusukan bahan organik di dalam suatu tempat yang terlindung dari matahari dan hujan, dengan pengaturan kelembaban serta dilakukan penyiraman air apabila kompos terlalu kering. Untuk mempercepat perombakan di dalam kompos maka dapat ditambah dengan kapur, sehingga terbentuk kompos dengan C/N rasio yang rendah dan siap digunakan sebagai pupuk organik (Hardjowigeno, 1987)

2.4. Tanah Ultisol
            Tanah Ultisol merupakan bagian terluas dari lahan kering di Indonesia yaitu sekitar 51 juta ha (lebih kurang 29% luas daratan Indonesia). Akhir-akhir ini menjadi sasaran utama perluasan lahan pertanian di luar pulau Jawa dan menjadi sasaran bukaan lahan pemukiman transmigrasi. Oleh karena itu, Ultisol perlu mendapat perhatian khusus mengingat kendala dan sangat peka terhadap erosi (Munir, 1996).
            Menurut Hardjowigeno (1993) bahwa tanah Ultisol biasanya ditemukan di daerah-daerah dengan suhu rata-rata lebih dari 8 ºC. Pembentukan tanah Ultisol banyak dipengaruhi oleh bahan induk tua seperti batuan liat, iklim yang cukup panas dan basah, relief berombak sampai berbukit. Tanah ini memiliki horizon Argilik yang bersifat masam dengan kejenuhan basa yang rendah. Pada kedalaman 1,8 m dari permukaan tanah kejenuhan basa kurang dari 35 %. Dari data analisis tanah ultisol dari berbagai wilayah di Indonesia, menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki ciri reaksi tanah sangat masam (pH 4,1 – 4,8). Kandungan bahan organik lapisan atas yang tipis (8-12 cm), umumnya rendah sampai sedang. Kandungan N, P, K yang bervariasi sangat rendah sampai rendah, baik lapisan atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa tukar rendah, kandungan K-dd hanya berkisar 0 - 0,1 me/ 100 g disemua lapisan termasuk rendah, dapat disimpulkan potensi kesuburan alami Ultisol sangat rendah sampai rendah (Subagyo, dkk, 2000).

2.5. Tanah Gambut
            Lahan gambut merupakan lahan yang berasal dari bentukan gambut beserta vegetasi yang terdapat diatasnya, terbentuk di daerah yang topografinya rendah dan bercurah hujan tinggi atau di daerah yang suhunya sangat rendah. Tanah gambut mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi (>12% karbon) dan kedalaman gambut minimum 50 cm (Rina et al., 2008).
Secara umum definisi tanah gambut adalah tanah yang jenuh air dan tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa- sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi baru (taksonomi tanah), tanah gambut disebut sebagai Histosols (histos = jaringan) (Noor dan Heyde, 2007).
Menurut Agus dan Subiksa (2008), berdasarkan tingkat kematangannya gambut dibedakan menjadi:
a.       Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%.
b.      Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 – 75%.
c.       Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnyamasih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya masih tersisa.
Kesuburan tanah gambut dipengaruhi oleh kedalaman dan lapisan mineral di bawah gambut. Makin tebal gambut makin miskin lapisan atasnya. Gambut yang terbentuk di atas endapan pasir kuarsa lebih miskin dari gambut yang terbentuk di atas endapan liat. Menurut Noor (2001), secara kimiawi sifat tanah gambut yang utama adalah kemasaman tanah, ketersediaan hara tanah, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, kadar asam organik tanah, kadar pirit atau sulfur. Sifat-sifat kimia tanah ini sangat penting dalam penentuan jenis dan cara-cara pengelolaan hara dan pupuk dalam budidaya tanaman pertanian.

2.6. Vermikompos
            Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang melibatkan cacing tanah dalam proses penguraian atau dekomposisi bahan organiknya. Walaupun sebagian besar penguraian dilakukan oleh jasad renik, kehadiran cacing justru membantu memperlancar proses dekomposisi. Karena bahan yang akan diurai jasad renik pengurai, telah diurai lebih dulu oleh cacing. Proses pengomposan dengan melibatkan cacing tanah tersebut dikenal dengan istilah vermikomposting. Sementara hasil akhirnya disebut vermikompos (Agromedia, 2007 ).
            Vermikompos adalah hasil dekomposisi lebih lanjut dari pupuk kompos oleh cacing tanah yang mempunyai bentuk dan kandungan hara lebih baik untuk tanaman (Hadiwiyono dan Dewi, 2000). Beberapa keunggulan vermikompos adalah menyediakan hara N, P, K, Ca, Mg dalam jumlah yang seimbang dan tersedia, meningkatkan kandungan bahan organik, meningkatkan kemampuan tanah mengikat lengas, menyediakan hormon pertumbuhan tanaman, menekan resiko akibat infeksi patogen, sinergis dengan organisme lain yang menguntungkan tanaman serta sebagai penyangga pengaruh negatif tanah (Sutanto, 2002).
            Vermikompos mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Penambahan kascing pada media tanam akan mempercepat pertumbuhan, meningkatkan tinggi, dan berat tumbuhan. Jumlah optimal kascing yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil positif hanya 10-20% dari volume media tanaman (Mashur, 2001).


BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
            Adapun waktu pelaksanaan praktikum bioteknologi pertanian ini dilaksanakan  mulai tanggal
            Adapun tempat pelaksanaan praktikum bioteknologi pertanian ini dilakukan di samping Rumah Kaca Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Inderalaya.

3.2. Alat dan Bahan
            Adapun alat yang digunakan pada praktikum bioteknologi pertanian antara lain sebagai berikut: 1) Alat Tulis 2) Cangkul  3) Kayu 4) Parang 5) Terpal 6) Ember
            Adapun bahan yang digunakan pada praktikum bioteknologi pertanian antara lain sebagai berikut: 1) Air 2) Bibit Azolla sp. 3) Pupuk 4) Tanah Gambut 6) Tanah Ultisol 5) Vermikompos 6)

3.3. Cara Kerja
            Adapun cara kerja dari praktikum ini antara lain sebagai berikut:
1. budidaya Azolla sp
2. pengomposan Azolla sp



0 comments:

Post a Comment

Blogroll

Translate

Pageviews last month

About